[ingin] pindah ke desa

wp-1489799609540.jpg

Beberapa teman mungkin tahu saya cukup hobi mengumpulkan quotes, rangkaian kata-kata yang bagus dan mengena maknanya setidaknya buat saya. Gadget saya punya beberapa folder khusus untuk itu – terkategori pendidikan, lingkungan hidup, kata-kata inspiratif, spiritualitas dan lain sebagainya.

Tepat seminggu lalu dari hari ini saya bersama Rico sedang dalam perjalanan ke Jawa Tengah, tepatnya Desa Kandangan di Temanggung. Kisahnya saya tuliskan dalam posting sebelum ini, judulnya Kisah Perjalanan ke Desa Kandangan.

Tahun 2014 saya berkesempatan pergi ke Jogja dan menginap 3 malam di Bumi Langit, Imogiri, Jogja. Dalam perjalanan pulang di Kereta Api, saya menangis. Ada kesan yang sangat mendalam yang saya dapatkan dari pengalaman saya di tempat itu. Perjalanan kali inipun serupa. Semalam tinggal di suasana pedesaan, menginap di tepi sawah dan seharian mengalami suasana pedesaan di lokasi Pasar Papringan yang sedang dipersiapkan membangkitkan perasaan yang sama dalam diri saya.

C360_2014-09-13-16-54-34-375.jpg
wp-1489640387912.jpg

Kemarin sore saya duduk sendirian di dalam mobil dalam perjalanan pulang di tengah kemacetan kota Bandung. Mendadak saya teringat saya pernah menyimpan quotes di atas itu.

I am homesick for a place I am not sure even exists. One where my heart is full. And my soul is understood. 

Ya, saya memang rindu suatu tempat, di mana saya bisa hadir secara utuh. Di mana hidup dan kehidupan saya bermakna karena kepingan kehidupan secara hadir secara lengkap. Beberapa kali masuk suasana pedesaan, rasa rindu itu muncul begitu kuat. Saya memang ingin pindah ke desa – entah di mana.

Dulu Bandung kota yang sangat nyaman ditinggali. Sekarang tidak lagi. Kota Bandung menurut saya sudah tidak lagi manusiawi untuk ditinggali. Seperti halnya Jakarta, kota Bandung sudah menjadi Metropolitan. Kota besar dengan segala permasalahannya. Banjir sekarang sering melanda. Mall di mana-mana membuat manusia semakin konsumtif. Biaya hidup semakin tinggi membuat orang menjadi semakin terfokus untuk mencari uang, mencukupi penghidupan. Karenanya orang Bandung tidak lagi seramah dulu.

Bangunan tinggi di mana-mana menutupi cakrawala. Padat, sempit, berhimpitan, berdesakan… suasana yang pasti mempengaruhi hidup kita juga. Bandung juga sudah panas, sumuk kalau kata orang Jawa… Udara Bandung sudah tidak lagi sejuk. Kendaraan sudah terlalu padat, macet di seluruh penjuru Bandung. Kadang satu titik ke satu titik yang berdekatan bisa makan waktu berjam-jam. Absurd! Tentunya polusi sudah sangat tinggi juga. Kalau mau menghindar dari suasana ini kita perlu pergi ke pinggir kota dan sami mawon, kita juga harus menerjang kemacetan untuk pergi ke pinggir kota, ke alam untuk mendapatkan suasana yang menyegarkan dan rekreatif… Absurd…

Saya memang ingin pindah ke desa.

Sudah 12 tahun saya bersama para kakak menggulirkan Rumah Belajar Semi Palar yang mengusung Konsep Pendidikan Holistik. Di Bumi Langit lah saya menemukan kehidupan yang holistik, yang utuh – kendati dalam suasana kesahajaan. Hal ini yang membuat saya meneteskan air mata. Bahwa kita bisa hidup dengan segala kebaikan yang tentunya jiwa kita dambakan. Suasana yang sama saya temukan di Desa Kandangan, Temanggung melalui perjalanan saya ke sana minggu lalu.

Tapi jangan-jangan, justru kesahajaan itulah yang memberikan kebahagiaan. Seperti banyak orang bilang #bahagiaitusederhana. Tapi kenyataannya banyak orang yang terus ingin beranjak dari yang sederhana. Sepertinya itulah paradigma kemajuan dan kesuksesan. Orang desa ingin pindah ke kota, orang kota ingin pindah ke kota besar dan seterusnya. Dari Kandangan ingin pindah ke Temanggung, dari Temanggung ke Semarang, dari Semarang ke Jakarta, dari Jakarta ke Singapura, dari Singapura ke New York dan entah ke mana lagi. Itulah paradigma kita tentang kemajuan. Apakah kemudian jadi bahagia? Walahu Allam…

Saya ingin pindah ke desa, karena di dalam suasana pedesaan itu, semua hal yang terutama – penting dalam hidup dan kehidupan bisa lebih mudah kita sentuh dan rasakan secara nyata. Seperti hal yang diyakini dalam konsep Pendidikan Holistik Semi Palar. Hal-hal tersebut adalah pengenalan diri, koneksi dengan sesama, dengan alam dan dengan Sang Pencipta. Hal-hal tersebut sulit ditemukan-dirasakan hadir dalam kegaduhan dan ketergesaan hidup.

Di bawah ini saya tambahkan tautan dari sebuah Ted Talk dari seorang yang luar biasa, Jon Jandai. Sangat terkait dengan apa yang saya coba tuliskan di atas ini. Bagi saya apa yang Jon sampaikan adalah kebenaran yang sederhana. Simple Truth!.

Di titik ini, sayapun mulai mulai mencoba mengonversi kerinduan yang dalam diri saya sangat terasa dan mulai merajut mimpi ini – seperti halnya dulu Semi Palar juga sebatas angan-angan atau impian belaka. Saya mulai bercerita kepada orang-orang terdekat dan teman-teman saya. Berbagi mimpi. Tidak ada yang tahu bagaimana perjalanan ke depan akan bergulir. Tapi setidaknya di titik ini arah ini yang saya rasa perlu saya tempuh. Sepertinya ini adalah titik tujuan Semi Palar yang selanjutnya. Dari pendidikan holistik – melangkah menuju ke kehidupan holistik.

Salam.

wp-1489841110145.jpg

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s