Kontras Dua Pengalaman
Beberapa waktu ini saya harus tinggal di Singapura, saya menginap di kediaman salah satu keluarga besar. Saya tinggal di sebuah apartemen di lantai ke 12. Dari ketinggian apartemen tersebut panorama kota Singapura memang bagus sekali. Memberikan gambaran bagaimana sebuah kota megapolitan yang sangat internasional dan modern berkembang dan dikelola dengan sangat baik. Karena situasinya juga di tengah kota, tempat tinggal dan lingkungan sekitarnya memberikan gambaran juga bagaimana orang-orang yang berhasil secara finansial bisa mendapatkan tempat-tempat terbaik untuk tempat tinggal mereka. Saya beruntung bisa merasakan dan mendapat pengalaman ini.
Selama beberapa waktu tinggal di sini, entah kenapa pemikiran saya melompat ke pengalaman kontras yang saya alami beberapa waktu lalu, menginap di tepi sawah di dalam bangunan sederhana dari bambu berukuran kira-kira 2×2 meter. Tempat ini terletak di desa Kandangan, Temanggung. Omah Yudhi namanya. Dikelola oleh mas Yudhi, homestay ini adalah fasilitas penginapan untuk tamu-tamu yang berkunjung ke Desa Kandangan untuk melihat berbagai hal yang sedang digarap oleh Mas Singgih dan kawan-kawannya untuk merevitalisi desa di wilayah tersebut.
Jadi dalam waktu yang relatif singkat ini saya sempat merasakan tinggal di sini,
lalu ke sini…
MindShift
Entah kenapa ada kegalauan tersendiri, saat merefleksikan kedua pengalaman ini. Lagi-lagi sepertinya ini muncul karena kesendirian saya di sini di hari-hari awal tinggal di Singapura. Mungkin juga hal-hal ini muncul karena belakangan saya sedang banyak merenungkan apa yang disebut dengan modernitas atau kemajuan. Saya jadi teringat sebentuk kearifan lokal di bawah ini – yang dengan gamblang menyebutkan tentang tingginya bangunan-bangunan yang bisa dibangun manusia – yang sekarang dipersepsikan sebagai ukuran kemajuan peradaban.
Dulu di universitas saya belajar menjadi seorang arsitek, dan bangunan2 itulah yang jadi garapan kami para arsitek. Dulu saya selalu terkesima sama rancangan-rancangan bangunan yang keren dan bangunan-bangunan tinggi dan besar. Saat ini semua peradaban bangsa-bangsa dunia berkejaran untuk membangun dan membangun, semakin tinggi dan semakin besar. Bangunan-bangunan tinggi dan besar ini adalah ukuran kehebatan, kesuksesan. Bagi arsiteknya, bagi tim pembangunnya, tentunya juga bagi para pemiliknya. Wali kota, pimpinan negara menjadikan hal-hal tersebut jadi tolok ukur keberhasilan masyarakatnya.
Entah kenapa hal-hal tersebut tidak lagi ada di benak saya. Ada sebuah pergeseran cara pandang (paradigma). Sebuah mindshift.
Lalu apa yang sekarang muncul dalam persepsi saya tentang bangunan2 tinggi keren ini? Kotak… hanya kotak. Boxes. Kotak demi kotak demi kotak yang dideret kesamping atau ditumpuk semakin tinggi. Istilahnya bisa bermacam-macam, bisa apartemen, office building, hotel atau condominium. Untuk tempat tinggal, kotak yang paling tinggi tempatnya diistilahkan penthouse. Bisa sederhana bisa sangat mewah. Lantainya semen atau granit, pada prinsipnya mereka hanya kotak. Manusia selama ini hanya berlomba-lomba membangun, membangun dan membangun dan memiliki kotak-kotak tersebut.
Tidak disadari, kotak-kotak itulah yang menghilangkan koneksi, relasi antara satu manusia dengan manusia lain dan juga dengan alam lingkungan. Saat manusia sibuk dengan kotaknya masing-masing di saat itulah relasi dengan manusia lain dan dengan alam semakin hilang.
Berkaitan dengan soal kotak ini , saya sempat melihat iklan layanan transportasi online Uber yang buat saya sangat kreatif. Sangat menyentil. Menyentil bagaimana kita semua di dunia modern ini – yang katanya semakin canggih – hidup di dalam kotak kita masing-masing. Di dalam filem tersebut manusia berebut tempat di jalanan kota yang semakin sempit, semakin padat. Kenapa semakin sempit, ya sederhananya karena kotak-kotak bergerak (kendaraan pribadi) yang kita miliki dan kita gunakan untuk berpindah lokasi semakin banyak. Setiap individu ingin punya kotaknya masing-masing. Salah satu sebabnya, kotak tempat tinggal dan kotak bergerak ini seakan jadi simbol status kita di tengah masyarakat. Masyarakat seakan menilai kita dari kotak seperti apa yang kita miliki.
Manusia hari ini menghabiskan waktu hidupnya untuk mencari uang untuk memiliki kotak2nya masing-masing. Manusia ingin kotak yang semakin besar, semakin mewah. Tapi lihatlah di dalam filem tersebut bagaimana kotak-kotak milik pribadi menghancurkan relasi antar manusia, satu sama lain.
Di era kehidupan modern hari ini ada tantangan besar untuk kesadaran kita semua mengenai apa yang jadi tujuan hidup manusia. Apa sebetulnya yang jadi representasi kotak-kotak yang seakan jadi hasrat semua manusia untuk memilikinya. Bangunan2 mewah dan besar, dan mobil-mobil mengkilat. Sebetulnya mereka mencerminkan apa? Apakah hidup menjadi semakin bermakna dengan tinggal dan bepergian di dalam kotak-kotak tersebut. Apa sebetulnya tujuan hidup kita manusia? Apakah kotak-kotak tersebut memang jawaban atau tujuan hidup manusia?
Yang pasti, betapa alam lingkungan yang jadi korban hasrat manusia untuk membangun dan memiliki kotak-kotak tersebut. Gunung-gunung yang dikeruk, perut bumi yang terus digali dan hutan yang ditebangi. Semua untuk membangun kotak-kotak tersebut, dan semua ikut berlomba-lomba memilikinya. Kenapa manusia merasa berhak melakukan itu semua… Entahlah sayapun masih berusaha menemukan jawabannya.