Sejak Desember lalu saya ingin pergi ke Kuningan bertemu teman2 baru yang sempat menyampaikan keinginan untuk membuka sekolah di Kuningan setelah (baca : memetakan perjalanan ke depan). Tanggal 1 Februari lalu, teman-teman KPB (K11) sudah berangkat lebih awal. Alry, Krishna, Benita, Qintara, Kevin dan Shota didampingi kak Leo merencanakan tinggal di Kuningan selama 2 minggu untuk belajar mengenal sekilas situasi kota dan masyarakat Kuningan. Mereka difasilitasi oleh relasi baru Semi Palar, kang Aif dan teman-teman.
Jum’at sore kemarin jam 3 sore, saya menyusul berangkat ke Kuningan. Hujan deras mengiringi nyaris seluruh perjalanan ke Kuningan. Beberapa waktu setelah keluar dari tol Cipali, hujan reda dan saya disambut panorama cahaya matahari terbenam di kaki gunung Ciremai yang sinarnya menyinari areal pesawahan yang digenangi air.
Sekitar jam 7 saya tiba di Kuningan. Sebentar kemudian kak Leo datang menjemput saya dengan sepeda motor dan kamipun berangkat ke basecamp, mampir sejenak di warung Pecel Lele untuk makan malam. Sesampai di basecamp, kang Aif dan teman2nya Rudy dan Unang sudah menunggu saya di tempat parkir. Setelah ngobrol sejenak kami masuk dan lanjut berbincang di basecamp; lantai atas sebuah Ruko yang sebelumnya digunakan untuk kantor salah satu kegiatan usaha kang Aif.
Tidak lama teman2 K11 datang setelah kunjungan ke tempat pengolahan ayam potong di suatu lokasi. Gelas-gelas kopi dihidangkan dan mulailah kami berbincang tentang rencana pertemuan besok.
Sejalan dengan kehadiran KPB di Kuningan, kang Aif berpemikiran untuk melontarkan wacana Pendidikan Holistik ke relasi-relasi terdekatnya di Kuningan. Proses belajar K11 yang berbeda sepertinys bisa menjadi pemicu diskusi ya ng menarik. Diskusi dengan topik Pendidikan Holistik digelar di ruang pertemuan Hotel Grand Purnama. Menurut kang Aif undangan yang mungkin hadir sekitar 28 orang, mulai dari ibu rumah tangga, dosen, aktivis komunitas, psikolog dll. Masuk ke ruangan, kami segera berhadapan dengan setting ruang pertemuan yang sangat formal.
Setting yang tidak biasa buat kami watga Smipa yang terbiasa dengan suasana rileks, lesehan di pendopo. Bagaimanapun, ini adalah sebuah pengalaman. Sebagai stimulus diskusi, di sesi pertama Alry dan Krisna mendapat peran menjelaskan berbagai hal tentang apa itu KPB, dan bagaimana mereka bisa sampai di Kuningan untuk tinggal dan belajar di kota ini selama 2 minggu. Krisna juga bertugas menjelaskan bahwa KPB adalah satu dari proses belajar yang dikenal ‘unschooling’. Sebelumnya Krisna sempat mengkonfirmasi kepada saya, “kak Andy, sebetulnya apa sih definisi unschooling itu?”. Saya jelaskan secara sederhana bahwa sistem pendidikan saat ini sudah terjebak pada paradigma bahwa belajar itu harus dilakukan di dalam ruang kelas, untuk mempelajari ilmu yang sudah dirumuskan dalam buku paket, oleh para guru yang diberi tugas mengajar.
Unschooling pada dasarnya mengembalikan hakikat belajar ke proses yang sesungguhnya.
Bahwa belajar sejatinya adalah belajar dari kehidupan, dari dinamika masyarakatnya. Semua tempat adalah ruang kelas dan setiap orang adalah guru…
Tidak lama para undangan berdatangan, pukul 9.30 pertemuan dimulai – dipimpin oleh Unang sebagai MC, dan segera Alry dan Krisna membawakan presentasinya.
Setelah hadirin merespon dengan menuliskan pertanyaan, saya melanjutkan presentasi dengan memberikan penjelasan singkat tentang Pendidikan Holistik – melengkapi secara konseptual, kenapa proses belajar seperti ini yang diambil. Tambahan informasi ini ditujukan untuk menjadi stimulus untuk diskusi kelompok yang menjadi sesi selanjutnya. Unang sebagai MC kemudian membagi hadirin menjadi 3 kelompok. Ke enam anggota KPB juga dibagi tiga dan masuk ke dalam kelompok diskusi. Selain kak Leo sebagai kakak fasilitator Smipa, salah satu orangtua Smipa, pak Ben juga hadir dan melibatkan diri dalam kelompok. Berjalan sampai sekitar jam 12 lebih, diskusi berlangsung seru, setiap kelompok asik berbincang dan berusaha merumuskan gagasan atau pertanyaan lanjut tentang wacana Pendidikan Holistik dalam konteks kota dan masyarakat Kuningan.
Kehadiran teman2 KPB di setiap kelompok menjadi menarik karena mereka adalah siswa-siswa yang merasakan langsung dan menjalankan pembelajaran holistik. Cukup banyak pertanyaan dilontarkan kepada mereka. Dan sebagai perjumpaan pertama terhadap gagasan pendidikan holistik, setiap kelompok memunculkan berbagai pandangan yang berbeda-beda. Setelah makan siang, setiap kelompok menyajikan hasil diskusinya dan kemudian saya diminta untuk melengkapi beberapa hal terkait pertanyaan yang muncul dari para hadirin – terutama bagaimana implementasi pembelajaran holistik di kelas. Sekitar pukul 2, bincang2 tentang Pendidikan Holistik secara resmi ditutup. Bagi saya pribadi kesempatan ini jadi sangat menarik untuk melihat bagaimana wacana pendidikan alternatif yang relatif sangat baru dikemukakan ke hadapan publik, ke sebuah lingkungan masyarakat yang tidak banyak kami kenal juga seluk-beluknya.
Tapi cerita tidak berhenti di sini. Acara memang sudah ditutup, tapi pertemuan ternyata tidak berakhir di sana. Beberapa kelompok kecil terbentuk dan terbentuklah beberapa kelompok obrolan informal. Sambil rehat sejenak saya sempat mengamati Alry yang masih terus melanjutkan obrolan dengan beberapa tamu. Entah apa persisnya yang jadi obrolan mereka.
Bagi saya sendiri, yang selalu seru adalah obrolan-obrolan setelah pertemuan yang resmi. Biasanya orang-orang yang tinggal dan tidak segera pulang adalah mereka yang setidaknya merasa penasaran atau lebih asik lagi, punya gagasan dan pemikiran yang sama. Betul, tidak lama, semua yang tinggal (belum pulang) kembali berkumpul dan membentuk sebuah lingkaran lagi – melanjutkan pembicaraan yang tidak tuntas atau masih bisa terus dikembangkan lebih jauh.
Ingatan saya kembali ke tahun-tahun awal merintis Rumah Belajar Semi Palar. Dari orang-orang seperti inilah embrio mendirikan sebuah sekolah bisa berkembang. Orang-orang yang punya gagasan dan pemikiran yang sama, punya frekuensi yang saling berresonansi. Orang-orang yang semakin penasaran saat ada orang yang bilang bahwa hal-hal yang diwacanakan tadi tidak mungkin atau banyak kendalanya. Diskusi berjalan ke sana kemari membahas berbagai hal – diselingi guyonan2 yang membuat suasana hangat dan menjadikan kita semua semakin akrab. Saya menemukan teman-teman baru, sahabat-sahabat baru di sini. Satu hal yang bagi saya juga luar biasa, di dalam ruang diskusi ini hadir dalam lingkaran Alry dan Benita – yang belasan tahun yang lalu jadi murid-murid pertama di Semi Palar. Tidak lupa juga ada pak Ben yang hadir membawa sudut pandang orangtua siswa ikut hadir dalam lingkaran diskusi sore ini.
Cangkir kopi dan teh bolak-balik diisi, sampai suatu titik, tuan rumah kita (kak Nurul) menyajikan lumpia dan kentang goreng untuk melengkapi obrolan kita semua. Saat mata teringat melirik sang waktu, jarum sudah menunjukkan hampir jam 6 sore. Tidak terasa hampir 4 jam kami melanjutkan diskusi di ruangan tersebut. Bagi saya ada rasa enggan meninggalkan tempat tersebut, berpamitan dengan teman-teman baru yang di hari ini baru saya jumpai. Benita sampai berkomentar, “kak Andy, ga kerasa ya waktunya kita ngobrol udah sampe jam segini”. Betul sekali Benita, dan komentar itu menambah senang perasaan saya… Sekitar setengah tujuh kamipun saling berpamitan.
Kamipun kembali ke basecamp KPB dan makan malam bersama. Saya mendapatkan transport untuk kembali ke Bandung jam 4 pagi. Setelah membersihkan diri, sayapun tidur lebih awal – sementara teman2 KPB masih asik dengan berbagai hal.
Sekitar jam 6 pagi di tol Padaleunyi, saya disambut matahari yang terbit di cakrawala, menjelang masuk ke kota Bandung. Dua malam di kota Kuningan – waktu yang sangat singkat – tapi bagi saya sangat berisi dan sangat mengisi.
Tidak ada peristiwa kebetulan. Semua terjadi karena sebuah alasan…
salah satu peserta diskusi sore td bertamu ke rumah. Beliau kemarin pamit pulang lebih awal karena kepentingan. sore td, beliau sengaja datang dari cirebon untuk lanjut diskusi. kemudian kami berdiskusi cukup lama dan beliau sangat berharap hadir nya pendidikan alternatif di kab kuningan
LikeLiked by 1 person