Kisah di bawah ini adalah kisah (contoh sederhana) tentang apa yang kita sebut kemajuan atau progress. Sesuatu yang terus kita tuju, karena sepertinya itulah kisah sukses peradaban manusia. Semua harus berujung pada yang disebut kemajuan, perkembangan…
Kisah ini dimulai dari pedagang Lumpia Basah yang sering berjualan di depan rumah kami. Rasanya enak, apalagi sore hari sepulang dari kegiatan, dinikmati sambil minum teh panas. Suatu sore setiba di rumah, pedagang Lumpia Basah itu lewat depan rumah kami terdengar dari suara nyaring si pedagang memukuli penggorengan.
Seperti biasa, kami menghentikan sang pedagang dan memesan dua porsi Lumpia Basah. Memang ada yang berbeda kali ini. Setelah pesanan siap, bapak itu memberikan kepada kami dua buah wadah styrofoam. Sayapun spontan berreaksi, “walah pa, kunaon diwadahan styrofoam?, biasa pan nganggo daon pisang?”. Dari ekspresinya beliau nampak kaget… sepertinya di dalam benak beliau ini adalah kemajuan, progress… Dulu tradisional, sekarang modern. Dulu dikemas daun pisang, sekarang rapi, keren, modern seperti yang dilakukan para pedagang besar. (saya tidak akan membahas dampak negatifnya styrofoam, teman-teman silakan memelajarinya sendiri 🙂 )
Sedikit yang menyadari hal ini, semua hanya berpikir mekanistis, seperti robot, bahwa seperti itulah kemajuan… menghindari hal-hal yang tradisional… dari alam ke sintetis… dari manual ke otomatis dan seterusnya. Pola pikir ini yang sangat berbahaya – karena pola pikir inilah yang membuat planet tempat kita rusak. Semua diperlakukan seperti ini. Hutan yang tadinya heterogen, dibuat homogen walau kita masih menyebutnya hutan… Aliran sungai diluruskan, dan dibendung… tanpa disadari betapa banyak dampak dari apa yang dilakukan.
Manusia tampaknya selalu berpikir bahwa apa yang disentuhnya menjadi lebih baik atas dasar paradigma kemajuan dan modernitas.
Kita perlu memikirkan kembali apakah betul demikian. Kita perlu memikirkan kembali relasi kita dengan alam… Berikut ini filem pendek yang mengingatkan kita betapa merusaknya kita manusia terhadap planet bumi – tempat tinggal kita sendiri.
Saya berpendapat banyak sekali hal yang harus diubah. Salah satu yang terutama harus segera diubah adalah Paradigma Kemajuan seperti kisah Pedagang Lumpia Basah tadi. Mudah2an suatu waktu saya dapat berkesempatan ngobrol dengan bapak pedagang tadi, mudah2an beliau paham bahwa tidak semua yang modern tentu lebih baik.
Membungkus Lumpianya dengan daun pisang walaupun tampak lebih sederhana adalah kecanggihan tersendiri – karena didasari kesadaran ekologis… Hal yang saat ini sangat mahal harganya.
Saya pernah ngalamin juga Kak Andy, waktu beli seblak. Penjualnya ngebungkus seblak dengan plastik bening, kemudian dimasukan styrofoam lalu dimasukan plastik kresek lagi. Saat itu saya minta penjualnya cukup masukin ke plastik aja, kemudian langsung saya masukan ke dalam tas, tapi dia malah kesel, “ga matut” katanya. Jadi penggunaan styrofoam ini ya untuk alasan estetika jg. 😦
LikeLiked by 1 person
Beberapa waktu yang lalu saya ikut seminar. Salah seorang peserta seminar dari Thailand menceritakan projeknya membuat wadah dari daun pisang yg sudah dikeringkan sbg pengganti styrofoam. Sepertinya kita harus meniru tuh.
LikeLike