Di bulan September 2016 ini, kegiatan saya terisi oleh jadwal dua reuni besar. Yang pertama pada tanggal 3 dan 4 September, angkatan 86 Jurusan Arsitektur Unpar – yang memanggil diri sebagai 86ers, kumpul di Lagenta Lembang untuk mengenang kembali dan kumpul bersama teman2 yang dulu ‘berjuang bersama’ sewaktu kuliah di jurusan Arsitektur Unpar.
Di minggu berikutnya, teman-teman SMA yang lulus dari SMA St. Aloysius juga kumpul bareng di Bhumi Bandawa, untuk merayakan hal yang sama. Huhuy… 2 reuni besar dalam jangka waktu 1 minggu.
Keduanya berlangsung saat kesibukan pekerjaan sedang sangat intens – sehubungan dengan akreditasi jenjang SMP di Semi Palar. Memang saya juga merasa kehilangan keterlibatan dari proses mempersiapkan ke dua event spesial ini saat teman-teman ikut memersiapkan pertemuan yang menunggu perjalanan waktu 30 tahun – lebih dari setengah waktu hidup saya untuk bisa terselenggara. Konsekuensinya, saya harus datang terlambat dan ketinggalan sesi foto bareng di kedua reuni tersebut… 😦
Reuni – perjumpaan kembali, pertemuan kembali memang selalu spesial. Spesial kalau memang di saat-saat kita bergaul dengan teman-teman kita itu kita bisa merasakan bahwa kehadiran kita memang punya makna tertentu… bagi teman-teman kita atau sebaliknya mereka bagi diri kita sendiri.
Buat saya yang mengenali diri sebagai seseorang yang ga pede-an dan pemalu… (ini dulu lho… dulu) Jenjang SMA hingga kuliah adalah proses luar biasa buat saya pribadi. Dan teman-teman saya punya peran luar biasa bagi saya dalam proses hidup saya di tahapan itu – sekitar 30 tahun yang lalu.
Mitch Albom, dalam bukunya Tipping Point menuliskan bahwa manusia punya kapasitas terbatas untuk relasi psikologis yang dekat dalam satu waktu. Hanya 10 – 12 orang. Orang-orang hebat bisa sampai 15 orang. Dan memang sepertinya hal itu benar adanya. Dalam periode-periode tersebut saya hanya dekat dengan beberapa orang teman saja – terlepas bahwa di SMA Aloysius ada sekitar 240 orang dalam satu angkatan – atau 113 orang yang tercatat jadi mahasiswa angkatan 86 di jurusan Arsitektur Unpar. Memang ada beberapa teman yang betul-betul saya rindukan untuk jumpa kembali. Ada beberapa teman yang cukup panjang perjalanan kebersamaannya. Bareng-bareng sejak SD, lalu SMP dan SMA. Cukup banyak yang bareng dari SMA sampai bangku kuliah juga. Beberapa di antaranya saya kenal sangat dekat dan mendalam: teman berbagi, balad genjring, teman baong. Bagi sebagian yang lain, saya sebatas ingin tahu bagaimana kabar mereka sekarang.
Selain ingin jumpa, Reuni bagi saya pribadi intinya adalah menjawab keingin-tahuan saya:”apakah teman-teman saya sekarang dalam kondisi baik-baik saja?” Apakah kehidupannya baik, apakah kesehatannya baik? Seandainya tidak demikian, adakah hal yang bisa saya bantu… Sekecil-kecilnya teman saya itu bisa saya bawa dalam doa… Karena memang mereka memang punya makna tertentu dalam perjalanan hidup saya. Sepertinya itulah hakikat perjalanan hidup. Ada yang hanya jumpa selewat, ada yang memang jadi teman seiring seperjalanan, ada yang betul-betul mengisi hidup saya. Buat saya sendiri, saya kenal Lyn, pasangan hidup saya sekarang ini sewaktu duduk di SMA dulu. Jadi SMA punya kesan sangat mendalam buat saya 😉 .
Ucapan yang banyak muncul atau obrolan yang sering terdengar adalah tentang bagaimana teman-teman kita, satu demi satu berubah atau tidak. Apakah wajahnya berubah, apakah lebih langsing atau lebih gemuk, apakah masih di jalur profesinya yang dulu? Apakah bawaannya berbeda? Kalau dulu suka bermusik apakah masih suka bermusik… apakah masih sehat seperti sewaktu dulu kita mengenalnya. Sepertinya itu bahan refleksi buat diri kita masing-masing. Bagaimana waktu 30 tahun telah mengubah kita. 30 tahun bukan waktu yang singkat. Selama kita menapaki jalan kehidupan kita masing-masing, tentunya banyak yang berubah. Cara berpikir kita berubah, jalan dan pandangan hidup kita berubah, cara kita merespon segala sesuatu juga berbeda.
Satu hal yang bagi saya sangat menyentuh adalah bagaimana ikatan pertemanan tidak pernah hilang. Selepas reuni, bagi beberapa teman, interaksi berlanjut lewat grup WA. Kita berusaha menolong teman-teman yang kebetulan sedang menghadapi kesulitan. Seperti yang lagu yang disenandungkan Dionne Warwick : That What’s Friends Are For…
Sampai saat ini hal tersebut secara nyata berjalan di kelompok teman2 di 86ers maupun di TOP86. Luar biasa…
Teman-teman, semoga keyakinan tersebut tetap ada di tahun2 mendatang. Bahwa pertemanan tetap hidup, persahabatan takkan sirna – karena perjumpaan kita bukan kebetulan belaka… Ada Sang Kuasa yang menggariskannya. Salam hormat untuk semua sahabat…
Namaste _/\_
Bagus uy tulisannya..
LikeLiked by 1 person
Lyn kamu kenal ama penulisnya? Saya juga kenal, salam ya kalau ketemu… tapi bener tulisannya bagus 👍🏽
Nono
LikeLike