keluar dari penjara-penjara kita

 

Pengalaman ini (baca: pembelajaran) ini saya dapatkan di sekitar tahun 2000-an (hmm, 16 tahunan yang lalu ya). Terjadi di komunitas yang dulu saya rintis bersama teman2 saya di Jalan Dago. Saat ini tempat tersebut menjadi SPBU Jalan Dago. Dulu di tempat itu selama kurang lebih 4 tahun berdiri sebuah komunitas yang namanya Trimatra Center.

Di tempat itu juga, saya banyak jumpa orang-orang baru dari berbagai latar belakang. Komunitas ini yang membukakan ‘kotak’ saya. Sebelum Trimatra, dunia saya sangat sempit. Pulang dari studi S2, seakan-akan jadi orang hebat, banyak ilmu, punya keahlian lebih dari orang lain. Tidak lama sepulang dari negeri kangguru itu, sayapun mencetak kartu nama baru – lengkap dengan gelar yang baru saya dapatkan dari studi saya selama 2 tahun di sana.

Singkat cerita, bekerja sama dengan Tobucil, Trimatra menyelenggarakan kegiatan bedah buku. Bukunya bukan buku istimewa. Hanya kumpulan humor. Tapi buku tersebut membuka pertemuan saya dengan seseorang yang juga membukakan pemikiran saya. Seseorang itu namanya Sudjiwo Tedjo. Sekarang ini beliau beken di TV – dan banyak hadir di acaranya Karni Ilyas, ILC (Indonesian Lawyers Club). Saat itu mas Tejo belum terlalu beken – tapi beliau memang sudah lama jadi dalang. Acara tersebut digelar malam hari, bedah buku dipimpin oleh kang Aat Soeratin. Kang Aat sendiri saya sudah kenal sebelumnya saat saya berkunjung ke Rumah Nusantara.

Sore hari mas Tejo sudah hadir di pendopo Trimatra. (caratan sedikit : Pendopo Semi Palar itu ya reinkarnasinya Pendopo Trimatra). Di tempat itulah kegiatan akan diselenggarakan.

Sembari menunggu acara berjalan kamipun berbincang sambil ngopi… Waktu itu sambil berkenalan sayapun menyerahkan kartu nama saya… Kartu nama saya dipegang oleh mas Tejo, diamati sebentar lalu diletakkan di atas meja – di sebelah cangkir kopinya. Diketuk-ketuknya kartu nama saya itu sambil bicara singkat, “Ini penjara nih mas Andy, penjara…” Jauh dari paham, saya jadi nanya, “Penjara gimana mas maksudnya?” Lalu dia jawab lagi “Ya penjara… pembatas… Maksudnya gini. Mas Andy apa sekolahnya arsitek ya mas? Master juga ya mas? (karena gelar saya tercetak di belakang nama saya). “Misalnya” beliau melanjutkan, “Mas Andy ga ada proyek terus ada yang menawari pekerjaan yang di luar bidang kerja mas Andy, bakal mau ngga?” Lalu “Kalau ngga ada pekerjaan, lalu ada pekerjaan yang gajinya lebih rendah dari standar pendidikan mas Andy, bakal mau ngga?” “Ya itu maksud saya, penjara… pembatas…”

Waduh kata-kata beliau itu Jleb banget ya buat saya. Karena saat itu memang beberapa waktu setelah Krisis Moneter… Memang saat itu proyek itu susah didapat. Situasi ekonomi lagi buruk sekali… Tapi memang betul apa yang beliau katakan. Sepulang dari acara tersebut saya mikir, mikir dan mikir. Malam itu saya ga bisa tidur…

Seminggu setelahnya, kartu nama saya saya buang. Label-label yang diberikan, gelar itu adalah penjara buat kita. Sampai hari ini saya semakin meyakininya. Cerita di bawah ini mudah-mudahan bisa memberikan sedikit contoh, seorang profesor (yang di dunia akademis biasa diakui ke-dewa-annya dalam dunia ilmu pengetahuan). Di suatu kuliah, salah satu mahasiswanya bertanya – kebetulan pertanyaannya ga nyambung dengan topik perkuliahan, juga dengan bidang keahlian beliau… Tak diduga profesor ini mendadak jadi emosi dan marah-marah… Nah lho, kenapa bisa begitu?

Sampai sekarang saya tidak pernah membawa-bawa gelar itu di samping nama saya. Dan saya merasa sangat terbuka, sangat bebas. Saya bisa ke mana saja, bisa belajar apa saja, ketemu siapa saja. Karena rasa serba tahu saya – seperti yang saya tulis di atas itu semu belaka… Hanya sekedar karena saya mendapatkan selembar kertas yang memuat gelar saya di atasnya. Kenyataannya semesta begitu jembar untuk kita merasa sudah tahu atau bahkan untuk merasa sedikit tahu. Karena kita ada di dalam kotak wajar kalau kita tahu mengenai sedikit hal yang ada dalam kotak kita. Keluar dari kotak menjadi luar biasa penting buat kita, keluar dari dinding2 pembatas dari penjara kita. Di luar kotak, kita akan mengalami bahwa semakin kita banyak tahu, kita jadi tahu betapa kita tidak tahu… 

Karenanya saya begitu gandrung sama kata-kata yang diungkap Deepak Chopra di bawah ini. Saya merasakan sendiri betul adanya…

get-rid-of-the-box

Begitu banyak hal yang berpotensi menjadi penjara buat kita, menjadi batas-batas kehidupan kita. Tentunya kita perlu waspada, karena kita tidak ingin hidup dalam penjara bukan?

Matur nuwun sanget mas Tejo… Perjumpaan yang sangat singkat – tapi sangat bermakna buat saya…

 

One thought on “keluar dari penjara-penjara kita

  1. Keren !!
    Sangat sedikit orang yang mau menerima kritik, apalagi menyangkut gelar / titel hasil kita mengejar “selembar kertas” / ijazah yang membuat kita jadi berada dalam “penjara”..

    Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s