Melihat ke belakang – ke titik berangkat, menelaah pergeseran yang terjadi
untuk mengoreksi langkah ke depan.
Begitulah kira-kira pemahaman awam saya tentang Back Azimuth. Walaupun waktu dulu di kepanduan sempat belajar tentang penggunaan kompas dan navigasi sederhana waktu berkegiatan di alam terbuka, saya tidak pernah betul-betul memanfaatkannya.
Istilah Back Azimuth ini saya dengar beberapa kali dari kang Aat Soeratin saat berbincang di beberapa forum. Di salah satu sesi pembekalan kakak Smipa, kang Aat juga menekankan pentingnya kita melihat kembali ke titik awal kita berangkat dalam satu proses atau perjalanan. Saat kita melihat ke titik awal, kita bisa memetakan kembali apakah kita masih di arah yang sama, masih ‘on-track‘, apakah kita masih setia dengan gagasan, semangat dan cita-cita awal yang kita miliki saat kita memulai sesuatu.
Walaupun beberapa kali disebut-sebut di dalam diskusi-diskusi kami di Semi Palar – menelaah kembali ke titik awal bukan sesuatu yang sederhana. Dalam prosesnya, Saya juga berhadapan dengan berbagai pandangan dari teman-teman di Smipa. “Kembali ke titik yang mana? Titik awalnya siapa? Proses kan dinamis?” Hal-hal semacam itu, dan lain sebagainya…
Memasuki perjalanan TP14 Rumah Belajar Semi Palar, saya dan teman-teman LingKung di Semi Palar menyepakati kembali pentingnya Back Azimuth dalam rangkaian perjalanan kita bersama di Rumah Belajar Semi Palar. *catatan : TP adalah akronim dari Tahun Pendidikan :).
Beberapa Titik Penting
Akhir TP13 lalu angkatan pertama Semi Palar lulus dari KPB, mengakhiri seluruh rangkaian pembelajaran teman-teman angkatan pertama Semi Palar sejak mereka mulai di jenjang TK dan mengakhiri petualang belajarnya di KPB (jenjang SMA) Semi Palar. Satu tahapan penting telah dilalui, dan dengan segala dinamika perjalanannya, ini jadi titik penting proses bagi kita semua di Semi Palar, secara khusus bagi kami-kami yang merintisnya.
Tahun lalu, tahun 2018 juga merupakan titik penting, titik terberat bagi saya pribadi dan keluarga. Sakitnya adik kami Alwin sejak September 2017 yang akhirnya harus diikuti kepergiannya di bulan Mei 2018 menjadi rangkaian proses hidup yang sangat membangunkan saya dari banyak hal yang tidak terlalu kami sadari atau kami anggap biasa (taken for granted). Tepat hari ini, genap satu tahun Alwin dipanggil menghadap Sang Penciptanya…
Dalam kesempatan lain, entah kenapa saya juga diundang untuk berbagi di sebuah sesi di TaCiTa, sebuah even literasi besar yang digelar di Galeri Soemardja ITB, untuk mendiskusikan sekolah-sekolah yang berdiri atas dasar inspirasi buku Totto-Chan, karya Tetsuro Kuroyanagi.
Satu lagi, di TP14 Semi Palar juga merintis Unit Pelatihan. Prosesnya juga menempatkan saya untuk terlibat langsung dan mengikuti beberapa titik pelaksanaannya. Hal ini juga semacam menempatkan saya kembali ke titik awal perintisan Rumah Belajar Semi Palar. Saya dibawa ke suasana awal di mana Semi Palar dimulai dari titik nol.
Posting ini sebetulnya saya mulai di awal tahun 2019, di mana saya mulai banyak berpikir tentang Back-Azimuth. Ternyata, sampai hari ini, 7 Mei 2019, proses ini terus berjalan dan membawa banyak pemikiran tentang banyak perbaikan yang perlu dilakukan baik untuk saya pribadi maupun di dalam konteks Rumah Belajar Semi Palar. Akhirnya tulisan tentang Back Azimuth ini akan saya bagi ke dalam beberapa posting, dengan posting ini sebagai pengantarnya.
Kata-kata, Makna dan Realita
Beberapa waktu lalu, saya sempat menuliskan posting di bawah ini, tentang Kata-kata dan Enerji.
Tidak pernah betul-betul menduga bahwa kata-kata yang saya ucapkan dalam berbagai kesempatan dan pemikiran, menggiring saya untuk betul-betul mengalaminya, titik demi titik, pengalaman demi pengalaman. Saat kita meyakininya, kita memang akan dihantarkan mengalaminya. Mudah-mudahan saya bisa bercerita lebih jauh tentang pengalaman-pengalaman ini dalam posting-posting selanjutnya.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya.
koneksi, diskoneksi, rekoneksi 