mewujudkan organisasi holistik, organisasi yang hidup

Tulisan ini muncul dari pemikiran-pemikiran bagaimana menggerakan, menghidupkan sebuah organisasi, sebuah gerakan… Tulisan ini dituliskan di situs ini – di luar situs Semi Palar karena bagaimanapun ini proses berpikir yang masih mondar mandir di benak saya tentang apa bagaimana mewujudkan gagasan2 terkait dengan berbagai proses kehidupan di Rumah Belajar Semi Palar.

IMG_8497837514960Lagi-lagi saya mesti merujuk ke sini, ke pandangan filosofis dari John Dewey bahwa pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Karenanya pendidikan mesti berlangsung dalam suasana yang hidup, yang berenergi, yang organik, penuh dinamika, bergairah dan penuh spirit… Dengan konsep pendidikan holistik tentunya ini yang diharapkan bisa semakin lama semakin dihidupkan di Semi Palar.

Suasana kehidupan inilah yang saya bayangkan terwujud lewat partisipasi orangtua – sebagai stake-holder terpenting pendidikan anak-anaknya. Saat suasana kehidupan ini ada, bahwa orangtua hadir, terlibat, aktif terlibat dan ikut menggulirkan berbagai proses di sekolah, maka pendidikan (education) punya potensi untuk terwujud.

Terkait mewujudkan konsep pendidikan holistik memang sedapat mungkin kita merealisasikannya juga melalui organisasi yang holistik – yang hidup bukan yang mekanistik. Ini jadi penting karena tidak mungkin kita mewujudkan sesuatu yang hidup dan organik kalau organisasinya dikelola seperti mesin.

Mewujudkan organisasi yang hidup ini juga ternyata tidak mudah (walaupun semestinya lebih alamiah). Bagaimanapun kita para pendidiknya (guru dan orangtua) selama lebih dari belasan tahun hidup dan belajar dalam pola dan paradigma yang serba mekanistik. (tentang organik dan mekanistik ini, bisa baca juga postingan saya tentang ini). Inilah yang dicoba digulirkan di Semi Palar lewat berbagai aktivitasnya : Musik Sore Smipa, kegiatan-kegiatan KLAB SMIPA, Pasar Ramadhan, juga bagaimana kita menggelar Slametan TP12 yang terakhir di mana berbagai kegiatan dengan kompleksitas interaksi yang cukup tinggi bisa digelar dengan lancar dan bermakna walaupun melibatkan 300 lebih partisipan. Sepertinya beberapa poin sudah kita sempat kita terapkan, walaupun tentunya kita perlu belajar lebih jauh bagaimana mengorganisasi sesuatu melalui organisasi yang holistik, yang hidup : Living Organisation.

Di bawah ini salah satu bahan belajar saya. Orang muda dalam video di bawah ini, Esben Danielsen, adalah seseorang yang terlibat mengorganisir pertunjukkan musik terbesar di dunia, namanya Roskilde Festival di Denmark.

Festival ini luar biasa. Menurut Esben, Roskilde ini bukan nama Festival, tapi nama kota. Kota ini adalah kota sementara terbesar di dunia (the biggest temporary city in the world), karena Roskilde ini hanya berdiri untuk mewadahi penyelenggaraan festival tersebut selama 10 hari. Selama 10 hari, kota ini menampung 170.000 warganya (hampir semuanya anak muda datang dari banyak negara), membangun 7 panggung besar untuk 180 grup musik. Kesemuanya dikelola oleh 30.000 relawan (volunteers) selama 3-4 minggu. Setelahnya ‘kota’ itu bubar, dibongkar dan menunggu penyelenggaraan festival berikutnya. 170 ribu orang muda kumpul bermusik selama berhari-hari dalam logika sederhana sepertinya adalah sesuatu yang mengundang bencana. Tapi tahun demi tahun, Roskilde Festival berjalan dengan lancar dan sukses.

Ada beberapa poin kunci yang kang Esben sebutkan… salah satunya adalah : People and Activities before Organisation, not the other way around.  Bisa dipahami begini : Esensinya / intinya dulu baru kerangka atau perangkatnya. Pada umumnya kita bekerja terbalik, kita biasa sibuk dengan organisasi atau kepanitiaannya – bagian dari teknis penyelenggaraan, sehingga kita seringkali kehilangan esensi / spirit dari aktivitas yang dituju. Bicara spirit atau esensi kegiatan adalah bicara soal manusia dan aktivitasnya, bukan bagaimana menyelenggarakannya.

This slideshow requires JavaScript.

Semestinya sih kalau segenap elemen organisasi hidup, maka aktivitaspun akan dinamis, karena energi penggerak ada di seluruh badan organisasi tersebut bukan hanya di pemimpin organisasinya. Kemudian kalau organisasi itu hidup tentunya ia akan adaptif, menyesuaikan diri terhadap berbagai situasi karenanya mestinya ia juga punya kemampuan untuk menjaga agar lembaga atau aktivitasnya bertahan (sustain).

Tidak mudah membangun organisasi yang hidup, karena pada dasarnya kita harus membangun kegairahan bergerak di segenap elemen organisasi. Memastikan semua satu visi, dan satu misi… Sadar Tujuan seperti kata kang Aat… kemudian juga perlu Sadar Diri dan Sadar Lingkungan, supaya tahu peran-peran apa yang mestinya dijalankan. Ujung-ujungnya, organisasi yang hidup adalah organisasi yang berlandaskan kesadaran.

Video ini setidaknya memberikan sedikit gambaran tentang organisasi yang hidup. Banyak insight yang disampaikan kang Esben… Mudah2an yang sempat mencermati video ini juga bisa belajar sesuatu. Hatur nuhun.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s